Pergolakan Mesir
Senin, 31 Januari 2011 - 10:22 wib
Politik di negara-negara Timur Tengah sedang bergejolak hebat. Sumbu pergolakan bukan konflik menahun Palestina-Israel, isu nuklir Iran, atau perlawanan kelompok sipil pada tentara Amerika Serikat di Irak.
Setelah Jasmine Revolution di Tunisia secara spektakuler berhasil menumbangkan penguasa despotik Zine el-Abidine ben Ali, gelombang protes politik merambah ke negara-negara sekawasan: Yaman, Yordania,dan Mesir. Gelombang Jasmine Revolution mengalir deras melintasi sungai Nil dan mengguncang Mesir dalam sepekan terakhir. Pergolakan politik di negeri Cleopatra itu berpuncak pada Jumat lalu ketika puluhan ribu demonstran turun ke jalan seusai salat Jumat. Tak pelak, kerusuhan masif pun spontan meledak terutama di kota-kota penting: Kairo, Alexandria, Mansoria, Suez.
Pergolakan politik seperti ini, yang diwarnai kerusuhan sosial begitu dahsyat, belum pernah terjadi dalam sejarah politik Mesir sepanjang pemerintahan Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa sejak 1981. Bentrokan berdarah antara polisi dan demonstran tak terhindarkan. Polisi menggunakan senjata kanon air, peluru karet, dan gas air mata untuk meredam dan membubarkan aksi demonstrasi masif itu. Namun, semua peralatan tersebut tak dapat menolong. Para demonstran telah kehilangan rasa takut sehingga polisi tak mampu mematahkan perlawanan berani mereka.
Pemberlakuan jam malam (curfew) pun sama sekali tak efektif, bahkan kebijakan ini justru kian meningkatkan eskalasi perlawanan. Mobil aparat keamanan dan beberapa gedung vital, termasuk kantor parpol berkuasa, National Democratic Party, dibakar para demonstran yang marah. Sepanjang kerusuhan massal tercatat sudah hampir 100 orang meninggal dan ribuan mengalami luka.
Hosni Mubarak merupakan Presiden Mesir yang hebat. Namun, usia Mobarak kini sudah 82 tahun dan dia sudah terlalu lama memerintah Mesir, yang kini tengah dilanda krisis ekonomi.
Dalam dua hari terakhir, bentrokan di Mesir telah menewaskan enam orang. Rakyat di Negeri Piramid itu sudah lelah diperintah Mubarak sehingga meminta dia untuk turun dari jabatan presiden yang telah dia lakoni selama 30 tahun karena sudah tidak peka lagi dengan krisis.
Selain karena tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rakyat Mesir juga telah lama merasa tertekan dengan rezim Mubarak yang mereka anggap sebagai rezim kejam dan korup.
Mubarak adalah presiden ke empat Mesir yang terpilih pada tahun 1980. Dia adalah presiden terlama yang menjabat di Mesir sejak Muhammad Ali Pasha. Sebelumnya, Mubarak meniti karirnya di Angkatan Udara Mesir dari 1972 sampai 1975.
Kepemimpinan Mubarak penuh dengan skandal dan penyiksaan.
Menurut laporan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) AS, seperti dilansir dari Press TV, 22 Desember 2010, delapan orang tewas akibat disiksa polisi di tahanan pada 2003.
Tekanan dan penyiksaan oleh pemerintah Mesir dialamatkan kepada para aktivis politik, menurut Kemlu AS. Terutama diantaranya adalah gerakan Ikhwanul Muslimin (IM).
Karena berbagai kasus penyiksaan ini, Mubarak oleh laman Parade.com, dianugerahi posisi ke 20 dalam 20 diktator dunia saat ini.
Selain itu, pemerintah Mesir juga memblokir akses internet ke Facebook dan Twitter di wilayah mereka. Pasalnya, kedua laman jejaring sosial itu telah menjadi andalan para aktivis untuk mengerahkan massa menentang rezim Presiden Hosni Mubarak secara serentak di penjuru Mesir dalam beberapa hari terakhir.
6.000 WNI Dipantau
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Mesir memantau keberadaan sekitar enam ribu warga negara Indonesia (WNI) di tengah pergolakan yang berlangsung selama beberapa hari terakhir di negara itu. KBRI juga telah membuka nomor telepon siaga (hotline) bila ada warga yang merasa keamanannya terancam dan butuh bantuan evakuasi.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia dari Kementrian Luar Negeri, Tatang Boedi Utama Razak, mengatakan bahwa menurut laporan yang diterimanya dari KBRI Kairo, belum ada WNI yang menjadi korban maupun terlibat kerusuhan menyusul demonstrasi menuntut mundur Presiden Mesir, Hosni Mubarak.
Kairo: Sedikitnya 297 orang tewas dalam demonstrasi terhadap Presiden Mesir Hosni Mubarak sejak 28 Januari lalu, kata Human Rights Watch (HRW), yang menambahkan bahwa korban tewas sebenarnya mungkin lebih besar.
Peneliti Mesir Heba Morayef mengatakan di laman Internet HRW bahwa kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di Amerika Serikat itu telah mengkonfirmasi 232 kematian di Kairo, 52 di Iskandariah dan 13 di Suez.
Sebagian besar dari mereka tewas pada 28 dan 29 Januari sebagai akibat dari tembakan langsung, katanya. Dalam dua hari itu, polisi anti-kerusuhan berusaha menyerang demonstran di negara tersebut yang minta Mubarak mundur.
"Satu perbandingan signifikan terjadi sebagai akibat dari peluru karet yang ditembakkan pada jarak yang sangat dekat dan meriam gas air mata yang ditembakkan ke arah demonstran pada jarak dekat."
HRW yakin bahwa para pejabat rumah sakit telah diperintahkan untuk mengurangi jumlah keseluruhan korban tewas, ujar Morayef.
"Jumlah kematian sebenarnya mungkin akan secara signifikan lebih tinggi dari 297, karena hitungan kami hanya berdasar pada sejumlah rumah sakit penting di tiga kota. Kami hanya memasukkan jumlah kematian yang dapat kami buktikan sendiri," jelasnya.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay, mengatakan pada 1 Februari lalu bahwa laporan - laporan yang belum dikonfirmasi memberi kesan bahwa sebanyak 300 orang mungkin telah tewas, dengan lebih dari 3.000 orang yang lain terluka dan ratusan orang ditangkap.
Jumat, 11 Februari 2011, 07:33 WIB
Demonstran di Tahrir Square kecewa dengan penolakan mundur dari Mubarak
REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Mesir Hosni Mubarak dalam pidato televisi, mengatakan bahwa dia tidak berencana untuk mengundurkan diri. Pernyataan ini sontak membangkitkan kemarahan demonstran pro-demokrasi, yang telah mendesak pengunduran diri Mubarak selama berhari-hari.
Mubarak menyatakan bahwa dia tidak akan pernah meninggalkan Mesir dalam menghadapi 17 hari protes publik. Statemen ini menimbulkan ledakan kemarahan para pengunjuk rasa di Bundaran Tahrir, Kairo, yang sebelum pidato telah menciptakan adegan dramatis sorak kegirangan, karena mereka berharap Mubarak untuk menyatakan pengunduran dirinya. Demikian dilaporkan koresponden Press TV.
Dalam pidatonya itu, Mubarak kembali menegaskan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu September mendatang. Sebagian wewenang juga akan diserahkan kepada Wakil Presiden Omar Suleiman.
Lebih lanjut, ia mengakui bahwa pemerintahnya telah membuat kesalahan dan menyatakan kesedihan bagi mereka yang tewas dalam demonstrasi.
Para pengunjuk rasa melepaskan sepatu mereka dan mengacungkannya ke arah layar lebar yang disiapkan untuk pidato Mubarak. Mereka berteriak "Ganyang Mubarak, pergi, pergi!"
Sebagian demonstran langsung menyerukan pemogokan massal dan meminta tentara untuk mendukung bangsa Mesir, bukan rezim Mubarak yang ilegal. "Militer Mesir!, tentukan pilihan kalian sekarang, rezim atau rakyat," teriak mereka.
Sebagian demonstran langsung menyerukan pemogokan massal dan meminta tentara untuk mendukung bangsa Mesir, bukan rezim Mubarak yang ilegal. "Militer Mesir!, tentukan pilihan kalian sekarang, rezim atau rakyat," teriak mereka.
Demo "Jumat Martir", Mesir Bergolak Lagi
"Mesir akan meledak. Tentara harus menyelamatkan negeri ini."
JUM'AT, 11 FEBRUARI 2011, 15:18 WIB
Renne R.A Kawilarang, Denny Armandhanu
Demonstrasi di ibukota Mesir, Kairo (AP Photo)
VIVAnews - Gelombang demonstrasi anti Presiden Hosni Mubarak di Mesir terus berlanjut. Ratusan ribu demonstran mulai berkumpul di Lapangan Tahrir, Kairo, Jumat pagi waktu setempat, setelah tidak puas atas pidato Mubarak.
Mereka bersiap untuk demonstrasi besar yang mereka namakan “Jumat Martir”. Demonstrasi yang disebut-sebut merupakan demonstrasi terbesar yang pernah dilakukan ini dikhawatirkan akan berujung bentrok dan jatuh korban lebih banyak lagi.
Menurut harian USA Today, Jumat, 11 Februari 2011, Lapangan Tahrir akan menjadi titik kumpul dari ratusan ribu demonstran yang marah atas pidato Mubarak sehari sebelumnya. Mubarak pada pidatonya mengatakan tidak akan tunduk pada tuntutan dan tetap menjabat hingga pemilu September mendatang.
Demonstrasi kali ini juga sekaligus merupakan acara pemakaman dan mengenang 300 warga Mesir yang tewas pada bentrokan beberapa hari sebelumnya. Mereka yang tewas telah dianggap sebagai martir yang mati sahid ketika berperang. Pada akun Twitternya, aktivis revolusi yang juga merupakan eksekutif Google, Wael Ghonim, menyampaikan harapannya pada demonstrasi yang akan berlangsung usai salat Jumat ini.
“Kami berharap ‘’Jumat Martir’ akan menjadi upacara pemakaman terbesar di dunia untuk mengucapkan selamat tinggal bagi 300 warga Mesir yang tewas,” tulis ghonim.
Sesaat setelah pidato Mubarak di televisi, massa yang murka mulai berkumpul di Lapangan Tahrir. Beberapa massa terlihat menuju istana presiden dan beberapa lainnya menuju stasiun televisi pemerintah.
Kedua tempat ini telah dijaga ketat oleh militer dengan blokade kawat berduri. Sejak subuh, mereka telah semangat mengibarkan bendera Mesir dan melontarkan sumpah serapah kepada militer.
Beberapa demonstran khawatir demonstrasi hari ini akan berakhir pada pertumpahan darah. Kekhawatiran disampaikan oleh pemimpin oposisi, Mohamed ElBaradei, yang mengatakan bahwa rakyat Mesir akan meledak dan banyak korban yang akan jatuh hari ini.
Seperti dilansir dari stasiun berita CNN, yang paling ditakutkan lagi oleh Baradei adalah bentrokan antara massa dengan militer yang selama ini menjaga mereka. Jika hal ini terjadi maka korban yang jatuh akan lebih banyak lagi.
Seperti dilansir dari stasiun berita CNN, yang paling ditakutkan lagi oleh Baradei adalah bentrokan antara massa dengan militer yang selama ini menjaga mereka. Jika hal ini terjadi maka korban yang jatuh akan lebih banyak lagi.
“Mubarak mencoba berjudi dengan negeri ini untuk mempertahankan posisinya. Mesir akan meledak. Tentara harus menyelamatkan negeri ini,” ujar Baradei.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar